Rusia mengalami tekanan baru yang mengancam ekonominya. Harga energi yang turun dan invasi yang dilakukan ke Ukraina hampir tujuh bulan semakin mahal membuat keuangannya terus menyusut.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan Rusia, surplus anggaran negaranya menghilang selama musim panas. Pada akhir Juni 2022 surplus mencapai US$ 23 miliar atau setara Rp 342,58 triliun (kurs Rp 14.895), namun pada akhir Agustus 2022 tersisa US$ 2,3 miliar atau setara Rp 34,26 triliun.
Pendapatan Rusia berada di bawah tekanan karena harga minyak mentah Brent telah turun sekitar 25% sejak puncaknya pada awal Juni 2022. Padahal itu menjadi komponen anggaran terbesarnya.
Di sisi lain, pengeluaran Rusia meningkat tajam baik pada militer maupun langkah-langkah untuk melindungi ekonomi dari dampak sanksi Barat.
"Pengeluaran militer awalnya direncanakan 3,5 triliun rubel tahun ini, tetapi tingkat ini kemungkinan besar sudah terlampaui pada bulan September," kata Rekan senior di Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan, Janis Kluge dikutip dari CNN, Jumat (16/9/2022).
Harian bisnis Rusia Vedomosti melaporkan bahwa sumber yang dekat dengan pemerintah mengatakan Kementerian Keuangan akan memangkas pengeluaran sebesar 10% pada 2023. Meski begitu, anggaran pertahanan akan tetap meningkat.
Berbicara pada Senin (12/9), Presiden Rusia Vladimir Putin membantah jika ekonomi negaranya sedang dalam masalah. Dia mengatakan taktik serangan ekonomi dari Barat telah gagal dan negaranya yakin bisa mengatasi tekanan eksternal.
"Saya ingin menekankan sekali lagi bahwa Rusia dengan percaya diri bertahan dari tekanan eksternal yang mungkin bisa dibilang agresi finansial dan teknologi dari beberapa negara," kata Putin dikutip dari kantor berita Rusia, TASS.