Harga minyak mentah WTI bertahan di sekitar level $77 per barel, terbebani oleh melemahnya prospek permintaan di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi di AS dan ketidakpastian terkait Covid di China.
Mantan Ketua The Fed New York William Dudley mengatakan bahwa AS akan mengalami resesi namun kemungkinan tidak akan parah, sementara mantan Ketua The Fed Alan Greenspan mengatakan resesi di Amerika Serikat adalah “hal yang paling mungkin terjadi”.
Lonjakan jumlah kasus Covid-19 dan meningkatnya jumlah kematian di China juga turut membebani prospek permintaan minyak dari China. Meskipun demikian, pelonggaran kebijakan Covid-19 di negara tersebut dipandang sebagai faktor positif bagi ekonomi China dalam jangka panjang.
Sementara itu, investor masih terus bersikap hati-hati terhadap langkah Rusia yang melarang ekspor minyak mentah ke negara yang menerapkan kebijakan pembatasan harga, serta potensi berkurangnya produksi minyak dari OPEC+.
Harga minyak kembali tertekan setelah gagal untuk bertahan di atas level psikologis $80 per barel. Tidak hanya itu, harga minyak juga terus bertahan di bawah indikator Supertrend, yang merupakan indikasi bearish. Dalam jangka pendek, harga minyak berpotensi turun lebih lanjut ke sekitar level $75.80, terutama jika terus bertahan di bawah area Resistance 77.27-78.00.
Skenario alternatif berikut ini dapat digunakan jika harga minyak berhasil menembus ke atas level 78.00.