Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah menuju pelemahan tiga pekan beruntun akibat kondisi ekonomi global yang memburuk memicu kekhawatiran terhadap permintaan. Ditambah lagi dolar AS yang kuat mendorong harga minyak lebih mahal bagi sebagian besar pembeli.
Mengutip Bloomberg, Jumat (16/9/2022), minyak West Texas Intermediate (WTI) naik tipis di atas US$85 per barel, tetapi tetap di jalur untuk pelemahan lebih dari 1 persen selama sepekan.
Konsumsi sedang terancam oleh Federal Reserve yang hawkish, risiko resesi di Eropa karena krisis energi yang parah, dan China tetap bertahan dengan kebijakan Zero Covid. Data dari China pada Jumat melukiskan gambaran beragam terkaitr kondisi ekonomi sebagai importir minyak terbesar dunia.
Sementara itu beberapa indikator umum menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada Agustus 2022 karena produksi industri, penjualan ritel dan investasi aset tetap tumbuh lebih cepat dari yang diharapkan, industri penyulingan China tetap di bawah tekanan.
Minyak mentah berada di jalur untuk kerugian kuartalan pertama dalam lebih dari dua tahun, setelah membalikkan semua keuntungan usai invasi Rusia ke Ukraina. Harga minyak telah mundur bersama pasar saham global dan komoditas lainnya termasuk tembaga karena investor mengkalibrasi ulang ekspektasi mereka untuk prospek ekonomi.
Di AS, sejumlah perusahaan terkemuka telah menandai meningkatnya risiko minggu ini.
"Sentimen di pasar minyak sebagian besar tetap negatif, dengan kekhawatiran permintaan China yang masih ada. Penguatan yang lebih luas yang telah kita lihat dalam dolar AS, ditambah dengan ekspektasi Fed yang lebih hawkish, tidak akan terlalu membantu untuk sebagian besar komoditas." kata Warren Patterson, kepala strategi komoditas di ING Groep NV di Singapura.
Minyak juga berada di bawah tekanan dari dolar AS yang kuat. Indeks perdagangan mata uang Bloomberg mendekati rekor minggu ini terkait prospek kebijakan moneter yang lebih ketat. Greenback yang meningkat, yang telah membantu mendorong yuan ke level terendah sejak 2020, membuat komoditas lebih mahal bagi pembeli di luar AS.
Di antara sinyal bearish pada Kamis, Departemen Energi AS memutar balik ekspektasi bahwa pengisian kembali cadangan strategis negara sudah dekat. China, sementara itu, dapat mengizinkan lebih banyak ekspor bahan bakar, yang berpotensi mencerminkan konsumsi domestik yang lemah.
Dengan harga mundur, beberapa bank telah memperingatkan prospek minyak di masan mendatang.
Standard Chartered Plc mengatakan pasar minyak global telah berubah menjadi surplus besar kuartal ini, sementara Morgan Stanley dan UBS Group AG keduanya memangkas perkiraan jangka pendek mereka di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi di negara-negara ekonomi utama.