New York (ANTARA) - Harga minyak jatuh sekitar satu persen ke level terendah hampir dua minggu pada akhoir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB) setelah Federal Reserve AS menyampaikan kenaikan suku bunga yang besar dan kuat untuk meredam inflasi yang dapat mengurangi aktivitas ekonomi dan permintaan minyak.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November tergelincir 1,0 dolar AS atau 1,2 persen, menjadi menetap di 82,94 dolar per barel di New York Mercantile Exchange, penutupan terendah sejak 7 September.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November melemah 79 sen atau 0,9 persen, menjadi ditutup di 89,83 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, penyelesaian terendah sejak 8 September.
The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin untuk ketiga kalinya ke kisaran 3,00-3,25 persen dan mengisyaratkan kenaikan yang lebih besar di masa mendatang. Aset-aset berisiko seperti saham dan minyak jatuh karena berita tersebut, sementara dolar menguat.
Di awal sesi, minyak naik lebih dari dua dolar AS per barel di tengah kekhawatiran tentang mobilisasi pasukan Rusia sebelum turun lebih dari satu dolar AS karena greenback yang kuat dan permintaan bensin AS yang lebih rendah.
Permintaan bensin AS selama empat minggu terakhir turun menjadi 8,5 juta barel per hari (bph), terendah sejak Februari, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA).
"Titik data yang menonjol adalah melemahnya permintaan bensin yang berkelanjutan. Ini benar-benar yang menghantui pasar ini," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
Badan Informasi Energi AS melaporkan kenaikan 1,1 juta barel dalam stok minyak mentah pekan lalu, setengah dari perkiraan analis dalam jajak pendapat Reuters.
Presiden Rusia Vladimir Putin memanggil 300.000 tentara cadangan untuk berperang di Ukraina dan mendukung rencana guna mencaplok bagian-bagian negara itu, mengisyaratkan bahwa dia siap untuk menggunakan senjata nuklir.
Presiden AS Joe Biden menuduh Rusia membuat ancaman "sembrono" dan "tidak bertanggung jawab" untuk menggunakan senjata nuklir.
Harga minyak melonjak ke level tertinggi multi-tahun pada Maret setelah perang Ukraina pecah. Sanksi Uni Eropa yang melarang impor minyak mentah Rusia melalui laut akan mulai berlaku pada 5 Desember.
"Sebagian besar penurunan hari ini muncul terkait dengan penguatan dolar AS dan kami masih memandang arah dolar AS jangka pendek sebagai komponen penting dalam menilai arah harga minyak jangka pendek," kata analis di perusahaan konsultan energi Ritterbusch and Associates.
Dolar berada di jalur untuk penutupan tertinggi dalam lebih dari 20 tahun terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lainnya.
Tanda-tanda pemulihan permintaan China memberi harga kenaikan di awal sesi.
Namun, di Amerika Serikat berita ekonomi tidak begitu baik. Penjualan rumah yang ada atau existing home turun untuk bulan ketujuh berturut-turut pada Agustus karena keterjangkauan semakin memburuk di tengah melonjaknya suku bunga KPR.
Di Eropa, "pemerintah semakin mengintervensi pasar energi dalam upaya untuk mencegah krisis ekonomi," kata analis di perusahaan konsultan energi EBW Analytics dalam sebuah catatan.
Jerman setuju untuk menasionalisasi perusahaan gas alam Uniper SE, sementara pemerintah Inggris mengatakan akan membatasi biaya grosir listrik dan gas untuk bisnis.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November tergelincir 1,0 dolar AS atau 1,2 persen, menjadi menetap di 82,94 dolar per barel di New York Mercantile Exchange, penutupan terendah sejak 7 September.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November melemah 79 sen atau 0,9 persen, menjadi ditutup di 89,83 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, penyelesaian terendah sejak 8 September.
The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin untuk ketiga kalinya ke kisaran 3,00-3,25 persen dan mengisyaratkan kenaikan yang lebih besar di masa mendatang. Aset-aset berisiko seperti saham dan minyak jatuh karena berita tersebut, sementara dolar menguat.
Di awal sesi, minyak naik lebih dari dua dolar AS per barel di tengah kekhawatiran tentang mobilisasi pasukan Rusia sebelum turun lebih dari satu dolar AS karena greenback yang kuat dan permintaan bensin AS yang lebih rendah.
Permintaan bensin AS selama empat minggu terakhir turun menjadi 8,5 juta barel per hari (bph), terendah sejak Februari, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA).
"Titik data yang menonjol adalah melemahnya permintaan bensin yang berkelanjutan. Ini benar-benar yang menghantui pasar ini," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
Badan Informasi Energi AS melaporkan kenaikan 1,1 juta barel dalam stok minyak mentah pekan lalu, setengah dari perkiraan analis dalam jajak pendapat Reuters.
Presiden Rusia Vladimir Putin memanggil 300.000 tentara cadangan untuk berperang di Ukraina dan mendukung rencana guna mencaplok bagian-bagian negara itu, mengisyaratkan bahwa dia siap untuk menggunakan senjata nuklir.
Presiden AS Joe Biden menuduh Rusia membuat ancaman "sembrono" dan "tidak bertanggung jawab" untuk menggunakan senjata nuklir.
Harga minyak melonjak ke level tertinggi multi-tahun pada Maret setelah perang Ukraina pecah. Sanksi Uni Eropa yang melarang impor minyak mentah Rusia melalui laut akan mulai berlaku pada 5 Desember.
"Sebagian besar penurunan hari ini muncul terkait dengan penguatan dolar AS dan kami masih memandang arah dolar AS jangka pendek sebagai komponen penting dalam menilai arah harga minyak jangka pendek," kata analis di perusahaan konsultan energi Ritterbusch and Associates.
Dolar berada di jalur untuk penutupan tertinggi dalam lebih dari 20 tahun terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lainnya.
Tanda-tanda pemulihan permintaan China memberi harga kenaikan di awal sesi.
Namun, di Amerika Serikat berita ekonomi tidak begitu baik. Penjualan rumah yang ada atau existing home turun untuk bulan ketujuh berturut-turut pada Agustus karena keterjangkauan semakin memburuk di tengah melonjaknya suku bunga KPR.
Di Eropa, "pemerintah semakin mengintervensi pasar energi dalam upaya untuk mencegah krisis ekonomi," kata analis di perusahaan konsultan energi EBW Analytics dalam sebuah catatan.
Jerman setuju untuk menasionalisasi perusahaan gas alam Uniper SE, sementara pemerintah Inggris mengatakan akan membatasi biaya grosir listrik dan gas untuk bisnis.