Singapura (ANTARA) - Harga minyak bangkit kembali di awal perdagangan Asia pada Senin pagi, setelah jatuh lebih dari dua dolar AS per barel di sesi sebelumnya karena optimisme pembukaan kembali China dan pemulihan permintaan minyak melebihi kekhawatiran resesi global.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 72 sen atau 0,9 persen, menjadi diperdagangkan di 79,76 dolar AS per barel pada pukul 01.03 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS diperdagangkan di 74,89 dolar AS per barel, menguat 60 sen atau 0,8 persen.

China, importir minyak mentah terbesar dunia dan konsumen minyak nomor dua, mengalami gelombang pertama dari tiga gelombang kasus COVID-19 yang diperkirakan setelah Beijing melonggarkan pembatasan mobilitas.

"Meskipun ada lonjakan kasus COVID, optimisme pembukaan kembali dan kebijakan akomodatif meningkatkan prospek permintaan minyak," kata analis CMC Markets, Tina Teng.

Pada Jumat (16/12), gerai berita Caixin melaporkan bahwa China berencana meningkatkan penerbangan dengan tujuan untuk memulihkan volume penerbangan penumpang harian rata-rata negara tersebut menjadi 70 persen dari level 2019 pada 6 Januari.

Ekspor solar dan bensin China terus melonjak pada November ke level tertinggi dalam lebih dari setahun karena penyulingan menggunakan kuota ekspor 2022 mereka dan menjual persediaan yang meningkat.

Brent dan WTI naik lebih dari 3,0 persen minggu lalu karena jalur pipa dari Kanada ke AS tetap ditutup dengan operatornya TC Energy Corp fokus membersihkan tumpahan minyak. Penutupan pipa, dengan kapasitas untuk mengirim 622.000 barel per hari minyak mentah Kanada ke penyulingan AS, telah mendukung harga minyak mentah kelas berat AS.

Pengumuman oleh Departemen Energi AS pada Jumat (16/12) bahwa mereka akan mulai membeli kembali minyak mentah untuk Cadangan Minyak Strategis (SPR) juga mendukung prospek harga yang lebih kuat.

Ini akan menjadi pembelian pertama Amerika Serikat sejak rekor pelepasan 180 juta barel tahun ini dari cadangan strategisnya.