Betulkah Seruan Boikot Produk Pro Israel Bikin Perusahaan Boncos?
detik · 09 Nov 2023 2.6K Views
Ilustrasi belanja
Jakarta

Seruan boikot terhadap sejumlah produk atau merek pro Israel masih menggema. Boikot disebut bisa memberi tekanan agar berbagai perusahaan menarik dukungannya terhadap Israel. Namun, apakah cara tersebut efektif?

Ekonom Indef, Nailul Huda mengatakan sejauh ini metode boikot bisa efektif untuk menekan berbagai perusahaan global. Sebab, omzet atau pendapatan kotor perusahaan global tersebut bisa berkurang.

Selain itu, Nailul juga mengatakan bahwa boikot bisa membuat pamor atau citra dari produk yang dihasilkan perusahaan global negatif di mata publik. Hal tersebut pun berpotensi mengganggu permintaan pasar terhadap produk yang dihadirkan berbagai perusahaan tersebut.

"Cara boikot produk yang berhubungan dengan suatu negara memang efektif untuk membuat perusahaan tersebut terdampak, minimal pendapatan kotornya menjadi menurun. Boikot membuat pamor dari produk bisa negatif dan membuat permintaan terganggu," ucap Nailul kepada detikcom, Rabu (8/11/2023).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengatakan bahwa boikot memang bisa menekan berbagai perusahaan global, namun pengaruhnya sebenarnya masih kecil di lapangan karena mayoritas ajakan untuk boikot ramai beredar di media sosial saja.

Berdasarkan pengamatannya, masyarakat Indonesia justru masih banyak yang mengunjungi sejumlah gerai waralaba global. Ia menduga, hal ini karena ada perbedaan segmentasi pasar antara masyarakat yang melontarkan ajakan boikot dan yang tidak ikut memboikot.

"Saya lihat yang menyerukan boikot jarang membeli di gerai tersebut dan masih banyak juga masyarakat yang membeli produk-produk waralaba internasional. Jadi pengaruhnya relatif masih kecil. Karena ini soal pilihan pribadi juga," ucapnya kepada detikcom.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Ahmad mengatakan tingkat pembelian produk-produk waralaba global memang menurun dalam kuartal III-2023. Namun, hal ini disebabkan menurunnya daya beli masyarakat.

Tingkat konsumsi rumah tangga berada di angka 5,06% pada kuartal III-2023. Menurutnya, hal ini menurun dibanding tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2023 yang berada di angka 5,23%. Tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di angka 5,39% jika dibandingkan pada periode yang sama di tahun sebelumnya (YoY) atau pada kuartal ke III-2022.

Oleh sebab itu, Ahmad menilai bahwa aksi boikot belum berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan berbagai perusahaan global. Ia pun meyakini pemutusan hubungan kerja (PHK) massal berbagai perusahan global belum akan terjadi.

"Bagi perusahaan global karyawan adalah aset. Kemampuan finansial mereka mumpuni. Penutupan gerai baru bisa terjadi kalau boikot terjadi selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Boikot, kan, baru seminggu dua minggu. Dan biasanya tidak semua tutup. Dilihat dulu laporan keuangannya akhir tahun," bebernya.

Angin Segar buat Pelaku UMKM

Namun di tengah persoalan tersebut, Ahmad menilai ajakan untuk ramai-ramai boikot produk global pro-Israel bisa menjadi segar bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sebab, boikot dan produk substitusi adalah dua sisi mata koin.

Masyarakat yang memboikot suatu produk kemungkinan besar akan mencari produk pengganti. Hal ini bisa menjadi momentum yang dimanfaatkan pelaku UMKM.

"Saya melihat ini bisa jadi momentum bagi masyarakat untuk beralih ke UMKM Lokal. Namun memang jangan berharap ini akan meningkatkan dalam jangka panjang. UMKM lokal juga harus meningkatkan kapasitas dan layanan juga," jelasnya.

Setali tiga uang, Ekonom Indef, Nailul Huda melihat bahwa momentum tersebut bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM untuk menarik masyarakat yang menggaungkan boikot. Produk UMKM bisa menjadi substitusi berbagai produk global yang diduga terafiliasi atau mendukung Israel.

"Substitusi produk-nya menjamur dan bahkan ada yang dari lokal UMKM. Jadi boikot ini juga seharusnya dibarengi dengan penggunaan produk dalam negeri, khususnya produk UMKM," pungkasnya.

Reprinted from detik , the copyright all reserved by the original author.

Recommend

MARKET PREVIEW: Mengenal Chart Pattern Bilateral

MAXCO · 29 Nov 2023 113.3K Views

Dolar menguat menyusul turunnya data klaim pengangguran AS

Antara · 23 Nov 2023 345K Views

USD/CHF Melemah karena SNB Mengurangi Cadangan Mata Uang Asing, Diperdagangkan Mendekati 0,8830

FXStreet · 23 Nov 2023 114.1K Views

Analisis Harga EUR/USD: Bertahan di Atas 1,0900 Menjelang Data IMP Zona Euro

FXStreet · 23 Nov 2023 118.2K Views

Prakiraan AUD/USD: Waktunya untuk Konsolidasi

FXStreet · 23 Nov 2023 39.2K Views

Prakiraan EUR/USD: Bearish Sementara di Bawah 1,0900

FXStreet · 23 Nov 2023 35.9K Views

Wall Street Menguat, Investor Yakin The Fed Akan Naikkan Suku Bunga

Okezone · 23 Nov 2023 73.8K Views

Analisis Harga USD/CHF: Mempertahankan Posisi di Atas 0,8850, Penghalang di EMA Sembilan-Hari

FXStreet · 22 Nov 2023 22.8K Views

Analisis AUD/USD: Perpanjang Penurunan Penolakan yang Terinspirasi Risalah FOMC yang Hawkish dari SMA 200-Hari

FXStreet · 22 Nov 2023 21.9K Views