Sederet Kekacauan di Inggris hingga Perdana Menterinya Mundur
detik · 21 Oct 2022 1K Views
Britains Prime Minister Liz Truss delivers a speech outside of 10 Downing Street in central London on October 20, 2022 to announce her resignation. - British Prime Minister Liz Truss announced her resignation on after just six weeks in office that looked like a descent into hell, triggering a new internal election within the Conservative Party. (Photo by Daniel LEAL / AFP)
PM Inggris Liz Truss/Foto: AFP/DANIEL LEAL
Jakarta

Perdana Menteri Inggris Liz Truss memutuskan untuk mengundurkan diri. Pengunduran diri ini menyusul kegagalannya memperbaiki ekonomi negara.

Kondisi Inggris sendiri memang sedang tidak baik. Inggris dilanda krisis karena biaya hidup yang meningkat secara signfikan. Berikut rangkumannya:

1. Banyak Wanita Terjun ke Prostitusi

Kenaikan biaya hidup juga membuat banyak perempuan yang terjun ke bisnis prostitusi. Mengutip data English Collective of Prostitution, jumlah perempuan yang menjadi pekerja seks komersial (PSK) meningkat 1/3 dari angka biasanya. Itu karena biaya hidup yang tinggi.

Kondisi ini juga berpengaruh pada angka tunawisma di Inggris. Pada kuartal pertama tahun ini saja, jumlah rumah tangga di Inggris yang termasuk tunawisma, atau menjadi terancam tunawisma naik 5,4% dibandingkan tahun lalu, menjadi 74.230 rumah tangga.

2. Sewa Rumah Naik Tinggi

Salah satu warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di London, Dyah (39) mengatakan kondisi perumahan di Inggris sangat anomali. Selain kapasitas akomodasi yang terbatas, harga sewa juga meningkat drastis bahkan mencapai 100%.

"Kondisi ekonomi Inggris Raya belakangan ini dapat saya sampaikan dalam kondisi tidak baik. Biaya hidup di Inggris Raya meningkat sangat signifikan, harga sewa meningkat drastis bahkan mencapai 100%," kata Dyah saat dihubungi detikcom, Minggu (25/9).

3. Cari Makanan 'Sisa'

WNI lain Eva mengatakan harus menghemat pengeluaran untuk makan, hingga jalan-jalan atau hiburan untuk bertahan hidup di tengah krisis Inggris. Maklum, sebagai penerima beasiswa pemasukan utamanya adalah berasal dari uang beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

"Strategi untuk bertahan hidupnya sama seperti di Indonesia, bagaimana kalau kita merantau kita menghemat pengeluaran untuk makan, konsumsi seperti pakaian atau hiburan, atau soal barang-barang tersier lainnya," kata Eva.

Selain itu, dirinya juga harus pintar-pintar hemat energi yang saat ini tagihannya semakin mahal. Eva menyebut beberapa mahasiswa Indonesia di Inggris saat ini lebih memilih belajar di kampus daripada tempat kost atau apartemen.

"Karena untuk mengurangi biaya listrik dan pemanas ruangan. Selain itu di kampus kan bisa lebih terkonsentrasi, kalau di rumah tidur terus ntar," tambahnya.

Biaya hidup di Inggris yang mahal juga membuatnya harus mencari diskonan bahan sembako untuk dimasak. Di Inggris, kata Eva, semakin hari gelap maka harga sembako di minimarket bisa jadi setengah harga karena kondisinya kurang layak.

"Di Inggris itu setiap jam-jam tertentu biasanya sore menjelang malam atau siang menjelang sore, beberapa bahan makanan di minimarket itu mengalami penurunan harga karena dianggap sudah kurang layak. Tapi kalau dibawa ke standar Indonesia tuh masih bagus banget seperti daging ayam, buah-buahan, sandwich itu bisa setengah harga dari harga aslinya," ucapnya.

4. Banyak Toko Tutup

Banyak pertokoan memutuskan tutup di kota Stoke-on-Trent dan Chatham karena semakin sulit mendapat untung di tengah inflasi yang tinggi.

Jutaan warga Inggris rela tidak makan demi bisa membayar tagihan listrik yang melonjak tinggi. Laporan Money Advice Trust memuat bahwa sekitar 20% orang dewasa Inggris atau 10,9 juta orang menunggak tagihan listrik, naik 3 juta atau sekitar 45% sejak Maret 2022.

Tak hanya sampai di situ, terdapat 5,6 juta warga rela tidak makan dalam tiga bulan terakhir sebagai akibat dari krisis biaya hidup. Jajak pendapat dilakukan ke 2.000 orang dewasa Inggris di Agustus 2022.

"Ini termasuk melewatkan makan sekali sehari atau tidak makan sama sekali pada beberapa hari," tulis laporan tersebut dikutip dari The Guardian, Senin (26/9).

Reprinted from detik , the copyright all reserved by the original author.

Affected Trading Instrument

*Risk Disclaimer: The content above represents only the views of the author. It does not represent any views or positions of Maxco and does not mean that Maxco agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the Maxco, Maxco does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

Recommend