- USD/JPY telah tergelincir ke dekat 146,00 di tengah kinerja rentan DXY.
- Meningkatnya permintaan obligasi AS karena sentimen pasar yang optimis telah mengakibatkan penurunan vertikal dalam imbal hasil.
- Pemicu utama adalah PDB AS dan Pesanan barang tahan lama AS untuk DXY.
- BOJ dapat melanjutkan sikap dovish-nya karena guncangan permintaan eksternal.
Pasangan USD/JPY telah turun tajam ke 146,00 di sesi Asia, menyusul isyarat bearish dari indeks dolar AS (DXY). Aset tersebut melanjutkan penurunan dua hari berturut-turutnya setelah menyerahkan terendah Rabu di 146,22. Pasangan mata uang ini turun menuju terendah reaksi spontan yang tercatat pada hari Senin ke dekat 145,77.
Pembeli greenback menghadapi sell-off intens yang dipimpin oleh sentimen optimis di pasar. Penguatan tema selera risiko telah mendukung mata uang yang sensitif terhadap risiko. Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) telah memperbarui terendah bulanannya di 109,56 dan kemungkinan akan tetap gelisah menjelang data ekonomi AS yang penting.
Meningkatnya permintaan obligasi pemerintah AS yang didorong oleh optimisme belaka di pasar global telah mengakibatkan penurunan imbal hasil secara vertikal. Imbal hasil obligasi Pemerintah AS 10-tahun telah turun ke 4%.
Di sisi data ekonomi, PDB AS telah mengalami pertumbuhan 2,4% pada kuartal ketiga, sesuai estimasi. Ekspektasinya adalah tumbuh meskipun kebijakan moneter ultra-hawkish Federal Reserve (The Fed) menentang penurunan pertumbuhan 0,6% yang dilaporkan sebelumnya.
Selain itu, data Pesanan Barang Tahan Lama AS akan tetap menjadi sorotan. Data ekonomi diperkirakan lebih tinggi di 0,6% dipandingkan penurunan 0,2%. Perlu dicatat bahwa inflasi inti yang tidak termasuk harga minyak dan pangan naik. Meskipun demikian, antisipasi kenaikan permintaan barang tahan lama mengindikasikan permintaan kuat dari rumah tangga AS.
Di Tokyo, investor fokus pada keputusan suku bunga oleh Bank of Japan (BOJ), yang akan terjadi pada hari Jumat. Mempertimbangkan guncangan permintaan eksternal, Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda akan melanjutkan kebijakan moneter ultra-longgar untuk memacu prospek pertumbuhan. Juga, para pejabat Jepang khawatir tingkat inflasi bisa kembali di bawah 2% lagi, oleh karena itu, menjaga kebijakan sangat longgar adalah pilihan yang optimal.