- NZD/USD telah menunjukkan pergerakan liar dalam kisaran 50 pip karena RBNZ telah menaikkan OCR sebesar 75 bp menjadi 4,25%.
- Profil risiko solid karena para investor sudah mulai menghindari kekhawatiran terhadap COVID-19 di Tiongkok.
- Goldman Sachs melihat imbal hasil obligasi pemerintah AS dalam jangka panjang pada 4% atau lebih hingga akhir 2024.
Pasangan NZD/USD telah menyaksikan pergerakan liar di 0,6130-0,6178 karena Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) telah menaikkan Official Cash Rate (OCR) sebesar 75 basis poin (bp). RBNZ telah membuang dengan rezim kenaikan suku bunga 50 bp kali ini dan telah melakukan kenaikan suku bunga yang jauh lebih besar kali ini. Suku bunga telah didorong ke 4,25%. Keputusan oleh Gubernur RBNZ Adrian Orr tetap sejalan dengan ekspektasi.
Jajak pendapat Reuters terhadap proyeksi kenaikan suku bunga RBNZ mengklaim kenaikan Official Cash Rate (OCR) sebesar 75 bp.
Perekonomian Selandia Baru menghadapi masalah karena lonjakan tekanan inflasi yang bersejarah. Pada kuartal ketiga, tingkat inflasi mendarat di 7,2% yang disebabkan oleh pertumbuhan harga yang signifikan dalam sektor jasa.
Sementara itu, profil risiko lebih menyukai mata uang yang dipersepsikan berisiko karena optimisme dipicu di pasar global setelah para investor mengabaikan ketidakpastian atas proyeksi ekonomi di Tiongkok karena meningkatnya kasus COVID-19. Kontrak berjangka S&P500 diperdagangkan datar di pasar Tokyo setelah bullish pada hari Selasa. Indeks dolar AS (DXY) telah turun di bawah 107,10, membawa volatilitas yang diamati pada sesi perdagangan sebelumnya.
Imbal hasil obligasi 10-tahun pemeirntah AS telah turun di bawah 3,76% menjelang rilis risalah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC). Risalah rapat tersebut akan memberikan penjelasan terperinci terkait kenaikan suku bunga sebesar 75 bp berturut-turut untuk keempat kalinya. Selain itu, isyarat tentang panduan suku bunga akan menjadi sangat penting.
Sebuah laporan dari Goldman Sachs mengklaim bahwa imbal hasil jangka panjang AS akan tetap di 4% atau lebih hingga akhir 2024, seperti yang dilansir oleh Bloomberg. Alasan di balik klaim tersebut adalah bahwa The Fed mengabaikan kontraksi ekonomi dalam pertempurannya melawan inflasi tinggi multi-dekade. Perusahaan investasi perbankan melihat bahwa tidak ada resesi di AS dan inflasi akan tetap di atas target pada tahun 2023.