5 Fakta Kasus Google yang Ubah Total Masa Depan Internet
CNBC Indonesia · 21 Nov 2023 4.1K Views

Jakarta, CNBC Indonesia - Google sedang bermasalah di negara asalnya sendiri Amerika Serikat (AS). Raksasa mesin pencarian itu dituduh melanggar Undang-Undang Antimonopoli dengan taktik yang digunakan untuk mendominasi interenet dan iklan online.

Pemerintah AS dalam waktu dekat akan menyelesaikan tahap pembuktian persidangan dengan Google.

Dalam uji coba yang dimulai pada 12 September dan dijadwalkan berakhir pada pekan ini, Departemen Kehakiman AS berusaha membuktikan bahwa Google adalah perusahaan yang menyalahgunakan kekuatannya untuk memperoleh keuntungan sendiri.

Terdapat 5 poin penting yang perlu diketahui mengenai kasus Google, yang disebut terbesar sepanjang sejarah ini. Berikut dirangkum CNBC Indonesia, Selasa (21/11/2023), dari Reuters.

1. Google bayar triliunan

Saksi dari raksasa telekomunikasi Verizon, produsen HP Samsung, dan Google sendiri, mengaku bahwa perusahaan membayar US$ 26 miliar pada 2021 untuk memastikan mesin pencarinya menjadi layanan default (bawaan) pada HP dan browser.

Hal ini untuk menjaga pangsa pasar Google tetap dominan di industri. Dalam kesaksiannya, CEO Google Sundar Pichai mengaku penting untuk membuat layanannya terpatri secara default di HP, tablet, dan laptop.

"Kami tentu saja melihat nilainya," kata dia.

2. Google dan Microsoft diadu domba

Kevin Murphy, pakar yang bersaksi untuk Google sekaligus dosen di University of Chicago Booth School of Business, berpendapat bahwa Apple dan pihak lain mengadu Google dan Microsoft, yang memiliki mesin pencari Bing, untuk saling bersaing dalam industri ini.

Anggaran besar yang dikeluarkan Google untuk mempertahankan posisi mesin pencarinya memperlihatkan seberapa ketat persaingan antara Google dan Microsoft.

3. Dominasi Google cekik pengiklan

Chief Media Officer untuk UM Woldwide, Joshua Lowcock, merupakan saksi untuk pemerintah AS. Ia menilai dominasi mesin pencari membuat raksasa tersebut turut menguasai pasar iklan digital.

Berkat monopoli tersebut, Google secara semena-mena menaikkan harga iklan online dalam 10 tahun terakhir. Wakil Presiden dan Manajer Periklanan Google, Jerry Dischler, mengakui perusahaan memperoleh lebih dari US$ 100 miliar pada 2020 lalu dari iklan di mesin pencari.

4. Google bantah monopoli

Google menilai pemerintah salah dengan mengatakan mereka melanggar hukum untuk mempertahankan pangsa pasarnya yang sangat besar. Menurut Google, mesin pencarinya diminati warga dunia karena kualitasnya.

Sebab, jika pengguna tak puas dengan mesin pencari default, mereka tetap punya opsi untuk beralih ke mesin pencari lain.

Senior VP of Services Apple, Eddie Cue, memuji mesin pencari Google dan menyebut telah melakukan pertemuan dengan Microsoft dan DuckDuckGo, yang menggunakan pencarian Bing, tetapi menganggapnya tidak memadai.

5. Status default tak penting

Meski perusahaan telah membayar miliaran dolar AS, namun pengacara Google berargumen status mesin pencari default sebenarnya tak menjamin kesetiaan pengguna jika mereka tak puas.

Kepala pengacara Google, John Schmidtlein mengatakan Microsoft pernah menjadi layanan default pada beberapa HP bundle Verizon pada 2008, BlackBerry, dan Nokia pada 2011. Namun, pengguna Bing mayoritas tetap lari ke Google.

Google mengklaim pihaknya tak melakukan monopoli karena selalu berupaya meningkatkan kualitas layanannya dan melindungi privasi pengguna. Jika monopoli, Google tak akan peduli apakah penggunanya puas atau tidak.

Reprinted from CNBC Indonesia , the copyright all reserved by the original author.

Recommend