Tentara Israel merilis rekaman dari unit komando Maglan yang mengerahkan bom mortir 120mm berpemandu presisi baru yang disebut Iron Sting, melawan Hamas di Gaza. Produsennya yang beada di Haifa, Elbit Systems, telah mengiklankannya di situs webnya sejak Maret 2021, saat bom itu diintegrasikan ke dalam militer Israel.
Kini dikerahkan melawan Hamas, senjata baru semacam ini seolah dipromosikan dengan korban rakyat Palestina. Benny Gantz, yang saat itu Menhan Israel dan sekarang bagian kabinet perang menggambarkan Iron Sting "dirancang menyerang sasaran dengan tepat, di medan terbuka maupun perkotaan, sekaligus mengurangi kemungkinan kerusakan tambahan dan mencegah cedera korban non-kombatan".
Klaim ini juga disuarakan Mark Regev, mantan juru bicara Netanyahu, mengenai pendekatan mereka terhadap perang di Gaza, yang menurutnya, Israel "berusaha untuk bertindak semanusiawi mungkin". Namun, setelah Israel melancarkan pemboman ke Gaza, mereka telah menewaskan sedikitnya 11.400 warga sipil Palestina, dan melukai 30.000 orang.
Contoh lain adalah Drone Heron TP "Eitan", kendaraan udara tak berawak (UAV) terbesar di Israel yang diproduksi Israel Aerospace Industries (IAI) milik negara. Ia dapat terbang hingga 40 jam terus menerus dan dapat membawa empat rudal Spike.
Menurut organisasi non-pemerintah, Drone Wars UK, Eitan pertama kali digunakan selama "Operasi Cast Lead" dalam perang Gaza tahun 2008-2009 untuk menyerang warga sipil. Menurut Defense for Children International, dari 353 anak-anak yang terbunuh dan 860 terluka selama Operasi Cast Lead, 116 diantaranya meninggal akibat rudal yang diluncurkan drone.
Setelah perang, ada lonjakan pesanan drone varian Heron dari setidaknya 10 negara antara tahun 2008-2011. Selama periode ini, lebih dari 100 drone dibeli, disewakan, atau diakuisisi melalui skema usaha patungan.
"Tidak ada seorang pun yang berperang hanya untuk memamerkan senjatanya," kata Lawrence Freedman, profesor emeritus studi perang di King's College London yang dikutip detikINET dari Al Jazeera.
Namun, pada saat yang sama, "dalam setiap perang melawan Gaza, serangkaian senjata dan teknologi pengawasan telah dikerahkan terhadap warga Palestina yang kemudian dipasarkan dan dijual ke sejumlah besar negara di seluruh dunia," kata Antony Loewenstein, jurnalis dan penulis independen Laboratorium Palestina.
Terlepas dari keberhasilan ekspor militernya, keseluruhan penjualan industri pertahanan Israel masih tertutup. Laporan Amnesty International tahun 2019 mencatat bahwa seluruh proses penjualan senjata oleh Israel diselimuti kerahasiaan "tanpa dokumentasi penjualan, seseorang tidak dapat mengetahui kapan senjata dijual, oleh perusahaan mana, berapa banyak, dan seterusnya".
Amnesty menemukan bahwa "perusahaan-perusahaan Israel mengekspor senjata yang sampai di tujuan setelah serangkaian transaksi, sehingga mengabaikan pengawasan internasional".